Senin, 12 Maret 2012

Inspirasi Man Jadda Wa Jada dari Negeri 5 Menara

Wel.. Malam ini sedang tidak melakukan apaapa. Dan malam ini malas. Sendiri mengurung diri di kamar, malas bergerak garagara kaki yang lebam dan sakit benarbenar terasa yang membuat saya malas melakukan aktifitas apapun.

Malam ini sebenarnya ingin menulis tapi bukan dari pemikiran saya sendiri. Tulisan yang akan saya Posting adalah tulisan dari Kak MM (begitu saya memanggilnya). Saya kenal dia pas Semester 1 saat saya pertama kali menginjakkan kaki di UIN Alauddin Makassar. Dia bukan senior saya, tetapi dia adalah teman dari kenalan baru saya saat itu. Awal kenal dengannya pertama canggung karena dia adalah senior saya, tapi perlahan saya merasa dia orangnya asik. Dia adalah seorang mahasiswa fakultas Seni dan Desain jurusan Seni Rupa di Universitas Negeri Makassar (UNM). Dia jago nulis atau bisa dikatakan punya bakat menulis. Dia juga aktif disalah satu Forum Sastra yang disebut Forum Lingkar Pena yang diketuai oleh Helvy Tiana Rosa, Asma Nadya, dan Mutmainna. Mungkin bagi para pembaca novel, namanama seperti Mbak Helvy dana Mbak Asma Nadia sudah bukan lagi sosok yang baru didunia tulismenulis, karena sudah banyak buku atau novel yang sudah mereka terbitkan.

Sekarang saya akan menulis postingan dari Kak MM tentang tulisannya yang dimuat di Harian Fajar edisi 4 Maret 2012. Dia menulis tentang Negeri 5 Menara yang sejak tanggal 1 Maret sudah banya dibicarakan dikalang para penikmat Novel dan Film. Dan ini tulisan Kak MM yang sempat saya minta karena belum sempat baca. Enjoy..


Inspirasi Man Jadda Wa Jada Dari Negeri 5 Menara




Hari kamis sore, saat terbangun dari tidur kemudian saya menerima sms. 
 “kaakak.. Negerii 5 menara sdhh ada di Bioskop.. ^o^”
“iya. Hari ini,” saya membalasnya.

Negeri 5 Menara, sejenak mungkin tak asing lagi mendengar judul buku ini bagi yang sudah membacanya, tapi akan sangat penasaran bagi yang belum membacanya.Ceritanya berawal dari seorang anak bernama Alif yang berangkat ke pesantren dengan setengah hati karena permintaan orang tuanya agar nantinya jika telah dewasa Alif dapat menjadi guru agama di Maninjau seperti keinginan orang tuanya. Di hari pertamanya di Pondok Madani, Alif terkesima dengan ‘mantera’ man jadda wa jada yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan sukses.

Di pesantren itu, Alif bertemu dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Mereka bertemu dalam sebuah hukuman ‘jeweran berantai’ dan akhirnya diakrabkan dengan nama kelompoknya Sahibul Menara. Di bawah naungan menara masjid yang menjulang mereka kerap tinggal menunggu magrib sambil menatap awan yang menuju ufuk, itulah kebiasaan unik mereka. Mereka menatap awan seperti mimpi-mimpinya yang bergerak membentuk negeri-negeri lain di luar Indonesia.

Namun, sebelum Alif berangkat ke pesantren cita-citanya dulu bukanlah ingin menjadi seorang guru agama, dia ingin kuliah di ITB dan mengikuti jejak BJ Habibie. Semenjak berada di pesantren keinginan itu kembali muncul setelah salah seorang temannya memberitahukan keistimewaan ITB. Tapi itu urung dilakukannya karena terlanjur jatuh hati berada di Pondok Madinah, Gontor.

Belajar di pesantren membuat Alif mendapatkan warna-warna lain. Dia beranggapan bahwa pesantren itu adalah tempat penampungan kuno. Namun, di Gontor dia menemukan banyak hal yang berbeda seperti komentator sepakbola yang berbahasa arab, terkadang berbahasa inggris, ustadz yang jago bermain sepak bola dan masih banyak lagi. Pondok Madani juga menjunjung disiplin tinggi sehingga lulusan-lulusan dari pesantren tersebut menjadi lulusan yang bertanggung jawab dan komitmen. Di kelas, setiap hari didengungkan kalimat man jadda wa jada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses, menjadi kalimat yang membakar semangat mereka.

Setelah ikrar mereka di bawah menara untuk membuktikan mantera itu. Pada akhirnya setelah mereka sukses dengan ‘mantera’ man jadda wa jada keenam bocah ini kembali bertemu di bawah menara dengan kisah kesuksesan mereka masing-masing.

“Sudah nonton,” sms balasan dari kenalan saya dari UIN.
“Belum,” jawabku.

Karena saya sering mengikuti diskusi Ahmad Fuadi (Penulis Novel Negeri 5 Menara) di televisi dan jejaring sosial twitter, saya sedikit tahu kalau Negeri 5 Menara Movie sedikit berbeda dengan filmnya. Hanya sebagian saja kehidupan dari buku tersebut diculik masuk ke dalam film. Hal itu dilakukan karena medium yang berbeda antara buku dan film. Kita lihat saja perbandingan buku Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan filmnya, jelas berbeda bukan? Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El-Shirazy juga berbeda dengan isi bukunya. Penyingkatan cerita memang perlu dilakukan karena dalam film banyak penggambaran detail audio visual yang menjadikan gambar menjadi sebuah tolak ukur yang berbeda dari buku, Misalnya pemandangan maninjau, bukit tinggi dan pengkarakteran tokohnya. 

Film Negeri 5 Menara telah diputar di bioskop pada tanggal 1 maret 2012 kemarin. Affandi Abdul Rachman, Sutradara Negeri 5 Menara semoga dapat membawa film ini menuju pentas film berkualitas di Indonesia.


#Dan orang yang mengirim pesan ke Kak MM itu adalah saya sendiri. :D
sumber :http://www.facebook.com/alfajry